Suprise Party

sumber gambar gogle

YA AMPUN. Seisi rumah lagi kemasukan setan apa sih, mirip crew-nya Bandung Bondowoso bikin seribu candi. Kan cuma acara ulang tahun, bukannya aku mau menikah. 

Bener aja deh. Sekarang taman rumah hampir selesai disulap jadi arena pesta. Mama yang sudah dandan cantik begitu masih sempet juga menata bunga-bunga. Astaga. 

Ini semua karena permintaan Papa. 
Usiaku yang 20 tahun hari ini katanya harus dirayakan dengan meriah. Emangnya sweet seventeen, pakai meriah segala. Tiga tahun yang lalu saja Papa mengacaukan pestaku dengan tidak datang tiba-tiba. Tapi di mana Papa sekarang? Satu jam lagi kan tamu-tamu mulai datang dan Papa belum juga pulang dari kantor. 

"Kak, itu mobil Papa, kan?" teriak Ceni dari balkon depan kamar. Aku yang duduk di kasur sambil membaca majalah pura-pura tak mendengar. Capek meladeni ocehannya yang tanpa putus dari aku dandan tadi, "Kak, sini deh" teriaknya lagi. 

Ya ampun. Ada kaos kaki bau ompol nggak sih buat nyumpel tuh mulut. Sebelum teriakan ketiganya menggelegar, aku sudah berada di dekat Ceni. Pandanganku mengikuti acungan tangannya ke mobil Toyota Camry di seberang jalan. Mobil Papa? Ngapain Papa tidak langsung masuk? Aku mengamat-amatinya dengan serius dari balkon lantai tiga ini. Kecurigaan mulai menyentuh. Siapa sih yang diajak Papa bicara? Perempuan bersyal merah, berkacamata hitam. Sekretaris Papa diundang juga kah? 

"Ah, lagi susah bawain kado buat Kakak kali, Dek? Cie" jawabku membuat keki, "udah, sana mandi. Jorok deh". Aku sempat mencubit hidung mancung adikku, sebelum ia keluar kamar sambil mringis kesakitan. 


TAMU-TAMU berdatangan. Tak sedikit rekan-rekan Papa dan Mama ikut hadir. Suara musik mengalun pelan . Mama dan Papa tampak serius membicarakan sesuatu. 
"Coba nggak jomblo, pasti nggak pakai nglamun kan, Kak" Ceni datang. Duh. Bocah tengil satu ini pancen rese. Aku buru-buru menghindar karena untungnya MC sudah memanggil-manggil buat mendekat ke kue tart. 

Make wish, make wish!! teriak semua yang datang.
Tentu saja, suara yang paling lantang tetep satu. Si bocah kelas dua SMP bernama Ceni Faila. Adikku yang nakalnya bisa bikin orang stres. Sekarang tak cuma nyuruh make wish, dengan keras ia teriak "Make wish, Kak. Biar dapet pacar" Saprol! Malu tujuh turunan kan dikira nggak laku. 

Dalam rangkaian ulang tahun yang paling menyebalkan adalah acara 'kue pertama'. Aku harus memberikan kue pertamaku buat orang yang paling aku sayangi. Di antara Mama dan Papa kan tak ada yang bisa kubilang paling. Keduanya memiliki skor sama. Sama-sama orang yang paling aku cintai. Baru setelah itu si Ceni. Mungkin bisa bergeser kalau aku punya pacar. Ceni bakal kutempatkan jadi nomor sekian karena keajaibannya hari ini. 

Aku memotong kue pertamaku. Barulah ketika akan memberikannya ke Papa, aku menyadari kalau Mama dan Papa tidak ada di sampingku. Aku mengedarkan pandanganku. Tamu-tamu menanti dengan penasaran. Barangkali bukan penasaran, tapi mereka menanti supaya sesi potong kue ini lekas selesai dan makan. 
"Papa, Mama mana, Dek" tanyaku pada Ceni. Ia mengangkat pundak dan menanggung kebingungan sama denganku. 

Aku menyingkir dari kerumunan diikuti mata penasaran tamu-tamu. MC pun mendadak kehabisan kalimat dan ikut penasaran ketika menyadari siapa yang kucari tidak ada. Beberapa meter mendekati pintu keluar, aku mendapati Mama terdiam sendirian. Wajahnya murung, lebih murung dari yang pernah kulihat ketika kehilangan Kakek. Demi melihat orang-orang memandang kami. Mama memelukku sangat erat. Dadanya bergemuruh. 
"Ada apa, Mam?" sekarang suara Ceni yang mewakili pertanyaanku. Mama berganti memeluk tubuh mungil Ceni dengan bergetar. Aku paham bahwa ada yang tidak baik-baik di hari yang kukira paling baik ini. Papa tidak ada, tapi aku tahu, kunci masalah dari semua ketegangan yang datang dibawa pergi oleh Papa. Di mana Papa? Aku seperti dejavu pada pesta serupa tiga tahun yang lalu. 

Bersambung...